Mengajarkan anak agar rajin-rajin membantu orang tuanya memang gampang-gampang susah. Tidak semua anak suka beraktivitas di dapur. Tak beda jauh dengan kita kan? Ada ibu-ibu yang suka memasak tapi ada juga yang lebih suka membeli makanan. Oleh karena itu jangan terlalu memaksa anak untuk rajin ke dapur. Walaupun begitu anak harus tetap bisa melakukan hal-hal sederhana di dapur, minimal untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Seperti membuat minum, menggoreng telur, memasak mie, dan menanak nasi. Hal-hal sederhana seperti itu harus tetap diajarkan sampai bisa agar anak tidak selalu menggantungkan diri kepada orang lain.
Bagi saya tak ada bedanya antara anak laki-laki dan perempuan. Semuanya harus memiliki ketrampilan dasar di dapur. Dan untunglah dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan saya masih bisa diajak kompromi untuk satu hal ini.
Baca juga : 10 alasan anak tidak mau curhat ke ortu
Anak sulung saya, laki-laki kelas ix, sudah bisa diandalkan saat dimintai tolong untuk menanak nasi, bahkan ayam goreng buatannya lebih keriting dari buatan saya. Anak kedua saya perempuan, saat ini duduk di kelas vii. Dia yang paling sering berada di dapur bila dibandingkan kedua saudaranya yang laki-laki. Hobinya adalah menonton resep-resep sederhana yang ada di youtube maupun tiktok. Jika ada bahan yang sesuai di rumah, pasti dia akan langsung mencobanya. Terkadang sukses tapi kadang juga gagal. Maklumlah namanya juga belajar.
Sedangkan anak bungsu saya laki-laki. Dia ke dapur hanya saat butuh saja, misalnya untuk menggoreng telur atau nugget untuk dirinya sendiri. Klau urusan memasak mie instan jangan ditanya lagi, dia juga sudah ahli untuk urusan yang satu itu.
Kalau saya pikir-pikir anak-anak saya masih berpotensi untuk diajak lebih sering "bermain-main" di dapur. Dan semuanya itu tidak dibentuk secara instan, melainkan melalui proses yang panjang dan konsisten.
Baca juga : Manfaat bermain ular tangga untuk anak
Berikut ini beberapa hal yang saya lakukan agar anak betah di dapur :
1. Sejak anak-anak masih kecil, libatkan mereka saat anda sibuk di dapur. Pada saat saya masih rajin membuat roti dahulu, terkadang anak-anak saya minta bergantian untuk menguleni adonan. Dengan syarat tidak boleh main-main. Setelah mereka melakukan tugasnya, biasanya saya memberi mereka sedikit adonan untuk dijadikan mainan. Bagaimanapun juga meskipun dapur adalah tempat memasak, suasana permainan harus tetap ada karena mereka masih anak-anak.
2. Sering-seringlah membuat makanan yang mereka sukai. Didorong oleh rasa suka, anak-anak akan sangat bersemangat saat di dapur. Dahulu saking seringnya saya membuat bolu kukus tanpa mikser, sampai anak sulung saya yang masih kelas tiga SD bisa menimbang bahan dan membuat adonan sendiri. Sedangkan saya mendapat bagian memasaknya. Tentu saja semuanya dilakukan masih dalam pengawasan ya
3. Sekali-sekali bereksperimenlah dengan resep kemudian tanyakan pendapat mereka tentang bagaimana rasanya, agar lebih enak perlu diapakan lagi dan lain sebagainya. Dengan begitu mereka akan merasa pendapatnya dihargai dan menambah kepercayaan diri mereka.
4. Jaga keterikatan mereka dengan dapur. Semakin anak-anak besar maka semakin bertambah pula kesibukan mereka. Namun jangan sampai dapur menjadi area yang asing. Menjaga keterikatan mereka dengan dapur dapat dilakukan melalui cerita. Misalnya saja pada saat makan kerupuk yang digoreng sendiri, anda bisa menceritakan kepada mereka tips menggoreng kerupuk tersebut. Agar tak terkesan teoritis, anda bisa menceritakannya dengan gaya seolah-olah anda baru bisa menggoreng kerupuk tersebut dengan benar. Misalnya " Ternyata menggoreng kerupuk jenis ini apinya tidak boleh besar-besar. Pantesan dulu kerupuknya tidak mau mengembang karena apinya terlalu besar" Gaya bicara yang demikian itu akan lebih mudah diingat daripada anda mengatakan bahwa menggoreng kerupuk itu harus begini dan harus begitu.
Baca juga : resep dan cara membuat playdough yang aman untuk anak
5. Beri mereka kepercayaan. Mungkin saja tiba-tiba anak anda ingin membuat makanan dengan bahan yang ada di dapur. Biarkan mereka berkreasi, jangan sampai dimarahi jika dapur menjadi lebih ramai atau hasil makanan yang belum bisa dinikmati. Hiburlah mereka dan ceritakan kisah lucu anda yang ternyata jauh lebih memalukan daripada pengalaman anak anda saat ini.
6. Ajaklah mereka membuat masakan yang sederhana dan mudah sehingga meninggalkan kesan bahwa memasak itu mudah dan menyenangkan. Jika anak terus terusan diajak membantu memasak di dapur dengan menu yang berat, maka yang tertanam di benak anak adalah memasak itu sangat merepotkan dan menghabiskan waktu. Namun jika masakannya mudah dan enak maka anak akan menganggap memasak adalah pengalaman yang menyenangkan.
7. Beri tanggung jawab. Jika anak menginginkan masakan tertentu, maka anak bisa diberi tanggung jawab untuk menyiapkan sesuai dengan kemampuan dia. Misalnya saja anak diberi tanggung jawab untuk memotong dan membersihkan sayur. Sedangkan anda mendapat bagian membuat bumbu dan memasak. Proses kerjasama ini akan membuat proses memasak menjadi lebih cepat dan anak senang karena turut andil membuat makanan yang diinginkannya. Kedepannya anak dengan sendirinya akan mampu membuat masakan itu sendiri tanpa harus dibantu orang tua.
Nah itulah beberapa langkah yang saya lakukan agar anak lebih betah di dapur. Yang masih menjadi PR saya sampai saat ini adalah bagaimana membuat dapur kembali ke kondisi semula setelah anak-anak melakukan aktivitas di dapur. Sepertinya saya harus memutar otak lebih kencang lagi agar saya tidak melakukannya sambil marah marah.
Semoga bermanfaat. Salam.