Konten [Tampil]
“Ih sadis” pikir saya, ketika mendengar kalimat “Jangan pakai baju itu, kamu malah kelihatan semakin pendek dan gendut”. Huh wanita mana coba, yang enggak sakit hatinya dibilang begitu.
Kesal? Marah? Sudah pastilah. Mana pernah saya dikatain seperti itu walaupun memang kenyataannya enggak jauh beda wkwkwk. Tapi mbokyao, milih kata yang lebih halus sedikit biar enggak bikin orang lain sakit hati.
Dari kecil saya memang tidak terbiasa berbicara dengan bahasa seperti itu. Kalau yang ngomong Ibuk atau kakak saya, kira-kira bahasanya bakalan seperti ini “Lebih bagus kalau kamu pakai baju yang tadi dari pada yang sekarang. Yang tadi itu bisa membuat kamu terlihat lebih tinggi dan kurus.”
Nah kan, intinya sama ajakan? Kalau baju yang sedang saya pakai itu membuat saya terlihat lebih gemuk dan pendek. Tapi gak bilang gitu juga keleus.
Itulah sedikit cerita saat saya awal-awal menjalani rumah tangga. Hidup bersama dengan orang “lain”.
Walaupun saya sudah kenal 6 tahun sebelum menikah, tapi ternyata tidak menjamin saya akan mengenal Pak Suami luar dalam. Jadinya ya gitu deh … kaget waktu awal-awal menikah.
Sebenarnya enggak heran juga bahasa yang dipakai Pak Suami seperti itu karena beliau berasal dari Surabaya yang gaya bicaranya ceplas-ceplos.
Walaupun tidak semua orang Surabaya seperti itu sih, kebetulan saja saya dapat yang begitu hihihi. Sedangkan saya terbiasa di lingkungan yang enggak halus-halus amat tapi juga enggak ceplas ceplos sekali.
Walaupun tidak semua orang Surabaya seperti itu sih, kebetulan saja saya dapat yang begitu hihihi. Sedangkan saya terbiasa di lingkungan yang enggak halus-halus amat tapi juga enggak ceplas ceplos sekali.
Menyesal? Atau merasa apes? Enggaklah justru saya senang kalau doi ngomong langsung seperti itu. Berarti jujur dan enggak memendam perasaan. Walaupun dulu kesal, tapi kini tidak lagi karena saya sudah terbiasa.
Contoh diatas hanya satu contoh perbedaan saya dengan pak Suami. Selain itu masih banyak perbedaan lain yang memberi warna pada kehidupan kami. Awalnya terasa berat, karena kami belum menemukan titik temu dari segala perbedaan itu. Apalagi saya tergolong orang yang “agak” keras kepala. Karena hanya bisa menerima pendapat orang lain yang saya anggap make sense. Kalau enggak ya, siap siap deh adu argument sama saya. Kejadian kayak gitu enggak sering kok, palingan Cuma beberapa kali dalam sehari wkwkwkwk.
Memang begitu kan? Meskipun kami suami istri yang sudah bertahun-tahun membina rumah tangga, kami tetap dua orang yang berbeda. Kami memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat dan menyelesaikan suatu masalah. Karena masing-masing dibesarkan di lingkungan yang berbeda dan dengan cara yang berbeda pula.
Namun setelah sekian lama, akhirnya kami menemukan cara bagaimana agar perbedaan-perbedaan itu menjadi kekuatan dalam hubungan kami. Caranya adalah dengan komunikasi yang sehat.
Komunikasi sehat menurut kami terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai kesempatan untuk berbicara dan didengarkan. Punya kesempatan berbicara tapi kalau enggak didengar sama saja dengan bohong. Betulkan? Dengan saling mengemukakan pendapat dan mendiskusikannya kami jadi bisa memilih yang terbaik untuk keluarga kami melalui kata sepakat.
Sebenarnya berbicara dengan orang yang ceplas-ceplos seperti suami saya justru lebih enak karena kita bisa bicara to the point. Gak perlu pakai kode-kodean atau muter-muter dulu dari kantor kepala desa sampai kantor kecamatan. Bagaimanapun caranya, yang penting kami tetap #sehatea meskipun ada perbedaan.
Hari-hari biasa sih kami biasa ngobrol sambil ngeteh-ngeteh sore. Bersantai, ngobrol dengan sehat tanpa otot. Kalau bulan puasa gini biasanya ya setelah sholat tarawih kami ngobrol-ngobrol ringan. Tak lupa kami ditemani teh hijau Kepala Djenggot yang sudah terkenal membahana di seluruh nusantara bahkan keluar negri.
Untunglah untuk urusan ngeteh-ngeteh ini saya dan pak Suami #sehatea memilih teh hijau Kepala Djenggot. Teh hijau Kepala Djenggot ini adalah teh yang warna kemasannya sama dengan produknya yaitu hijau. Waktu beli pun jadinya nggak susah milihnya, karena dari kemasannya saja saya sudah tau kalau itu Cap Kepala Djenggot.
Enggak salah deh saya memilih teh Cap Kepala Djenggot, karena ternyata teh ini sudah lama diproduksi. Perusahaannya saja sudah berdiri sejak tahun 1950. Makanya kami mantap memilih teh yang kaya manfaat ini.
Manfaat teh hijau yang menjadi favorit saya adalah kandungan antioksidan yang tinggi. Anti oksidan ini bernama Katekin yang bermanfaat untuk melawan radikal bebas dan mendorong perbaikan sel. Selain itu juga berperan aktif dalam mengatur berat badan. Menurut wikipedia, kandungan Katekin pada teh hijau lebih tinggi dari teh hitam atau teh merah. Tak heran banyak orang yang memasukkan teh hijau dalam menu diet mereka.
Memanfaatkan teh hijau Kepala Djenggot tidak hanya dengan cara diminum saja. Namun bisa juga dioleskan di kulit. Kandungan antioksidannya yang tinggi dapat melindungi kulit dari sinar matahari dan radikal bebas. Selain itu kantong teh hijau cap Kepala Djenggot juga dapat meredakan mata yang bengkak. Caranya dengan cara diseduh, kemudian diamkan sampai dingin lalu tempelkan di mata yang bengkak kurang lebih 15 menit.
Itulah cara kami. Untuk menjaga kesehatan jiwa dari peliknya perbedaan yang ada antara saya dan pak Suami, kami menggunakan cara komunikasi agar tetap #sehatea. Sedangkan untuk menjaga kesehatan tubuh, kami memilih Teh Hijau Cap Kepala Djenggot. Bagaimana dengan teman-teman semua? Bagaimana cara teman-teman menyikapi perbedaan? Share dong, siapa tau bisa saya contek nanti.
28 comments
Fix, ntar beli deh. :D
BalasHapussip...selamat ngeteh mbak...
HapusBener banget, setelah meikah harus memahami bahasa komunikasi pasangan yang mungkin kurang berkenan di hati kita
BalasHapusiya mbak, kedua belah pihak harus sama-sama belajar...
HapusSemoga selalu #sehatea Ama pak suami ya mbak.
BalasHapusaamiin...makasih ya mbak...
HapusNgeteh bisa bikin suasana lbh cair y Mb... Smg terus langgeng.
BalasHapusiya mbak...suasana jadi lebih santai...makasih ya mbak...
Hapuskomunikasi sehat agreee mbak
BalasHapussiap mbak...hehehe
HapusWah teh kesukaan kita sama nih :)
BalasHapusMoga mbak Retno #sehatea selamanya ya ama pak suami :)
teh untuk hidup lebih sehat...
Hapusaamiin makasih ya mbak...
Kalo kami malah kebalikan, istri yang ngomongnya ceplas-ceplos :D
BalasHapusWah baru tahu kalo Teh Hijau ini bisa dioleskan juga di kulit, multifungsi.
hihihi...harus gitu kali ya mas...jadi saling melengkapi. tapi aku sekarang mulai ketularan pak Suami nih...
Hapuscara menyingkapi perbedaan? Hm... apa ya.... selama bukan hal negatif, ya udah toleransi aja dan berusaha membiasakan dan menyamankan diri dengan perbedaan itu. *ngomong sih gampang. kenyataannya aku dan suami juga suka ribut gara-gara perbedaan. hahahahaha
BalasHapushihihi...sama dong...tapi wajar mbak emang begitulah , kita semua memiliki perbedaan..
HapusSama mbak. Cuman suami sy kebalikannya. Dia pendiam dan tdk biasa ungkapkan pendapat. Sy jd bingung mau gmn. Haha... Ya akhirnya bs berubah pelan2 meskipun tdk total. Paling tdk sdh brani ngomong laah
BalasHapuskalo masih susah ngomong diajak surat-suratan aja mbak wkwkwk...pisss mbak Eni...bercandaaaa
HapusHahaha aku pun banyak bedanya sama suami, gmn lagi wes kadung "keblusuk" dinikahi wkwkwkwk
BalasHapusTapi, perbedaan2 itu justru biin lebih hidup ya mbak :D
aku sama pak suami itu juga beda banget, enggak jarang kita sering berdebat.. tapi ya tetep #sehatea dong :)
BalasHapusitu dia, yang penting tetap #sehatea...
HapusAku dama abah K bagai kutub utara dan kutub selatan. Wkwkwkwk
BalasHapusMbak Retno aja yang dah kenal 6 tahun sebelum nikah kaget, apalagi aku yang baru 6 bulan. 😂😂😂
hihihi...pas sebelum nikah ketemunya sekilas-sekilas saja wkwkwkwwk
HapusNge-teh itu bisa menghangatkan dan mencairkan Suasana ya mba yu..
BalasHapusbetul banget mbak...
HapusDi antara aku dan mas suami, justru yang suka ngomong ceplas-ceplos itu aku mbak.. haha kadang kasihan lihat beliau tak sewoti tapi ya begimana, kadang orangnya pura-pura nggak peka kan suka syebel sendiri.
BalasHapushihihi...kayak aku doong...tapi lama-lama gak tahan , akhirnya ngomel juga
HapusHahaha..saya orang Surabaya, dapat jodoh orang Sumatra..lebih ceplas ceplos mbak..haduh sempat shock terkaget-kaget dech hihihi..saya termasuk orang suroboyo "kalem" kwkwkw
BalasHapusBtw enak tehnya, segeerr