Konten [Tampil]
Niat awal menulis kisah Rita Dwi Purnamawati atau mbak Rita atau bu Rita begitu biasa dia dipanggil adalah kerena tergelitik dengan ceritanya tentang sekolahan dan kotoran ayam.
Namun setelah selesai menuliskan kisah beliau secara lengkap, saya baru menyadari, betapa saya selama ini masih sibuk dengan diri saya sendiri. Hidup di dunia saya sendiri. Saya belum pernah melakukan apa-apa untuk masyarakat di sekitar saya....
Baiklah, mbak Rita kini sudah menjalani #usiacantik dengan bahagia dan penuh syukur, bagaimana kisahnya di masa lalu... Simak ya...
Masa kecil dan remaja
Dilahirkan 43 tahun yang lalu di
sebuah desa yang Jauh dari keramaian kota. Sejak kecil memang fisiknya lemah,
sering sakit-sakitan. Sudah jadi cerita yang wajar jika sering tidak masuk
sekolah dikarenakan sakit. Itulah yang membuat dirinya tak sepintar saudarinya
yang lahir terlebih dahulu.
Bapaknya yang seorang Guru,
ternyata tidak cukup mampu membantunya menjadi anak yang menonjol di kelasnya. Sampai
Guru kelasnya mengatakan kalau dia anak yang bodoh. Jaman itu, ucapan Guru
tidak ada yang berani membantah, maka dia pun pasrah saja jika dikatakan
demikian. Hatinya sebenarnya terluka, namun dia simpan sendiri.
Di usianya yang ke sebelas,
lahirlah adik perempuannya. Bapak dan Ibu yang sibuk bekerja, membuat dia dan
kakak perempuan satu-satunya menjadi anak yang mandiri dan terampil. Kalau
kakaknya yang mempunyai fisik lebih kuat mendapat bagian pekerjaan rumah yang
lebih berat seperti: mencari kayu bakar, mencari rumput untuk kelinci
peliharaan mereka, menyalakan lampu petromak dan lain sebagainya.
Sedangkan dia yang sakit-sakitan
mendapat bagian pekerjaan yang lebih ringan seperti menanak nasi, membersihkan
rumah, mencuci piring dan merawat adiknya yang masih bayi sepulang sekolah.
Sampai SMA bahkan sampai kuliah
masih saja sering sakit-sakitan. Walaupun demikian tidak menjadikannya lemah. Baginya
yang sakit hanyalah fisik. Selagi dia mampu maka diapun aktif di berbagai
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah seperti pramuka. Ketika kuliah pun aktif
dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan.
Sampai akhirnya cinta
mempertemukan dengan sang suami yang merupakan tetangga di desa. Selepas
kuliah, menjadi ibu rumah tangga yang bersuamikan supir truk. Setiap beberapa
hari sekali sang suami pergi bekerja dengan menyopiri truk pengangkut buah ke
Bandung.
Merintis sekolah PAUD
Karena sang suami sakit, akhirnya
trukpun dijual. Karena tidak ada pekerjaan lain,sebelum akhirnya uang habis
untuk kebutuhan sehari-hari maka uang hasil penjualan truk digunakan untuk
mendirikan kios di depan rumah.
Sebuah kios kecil yang menjual
onderdil sepeda motor. Awal-awal berjualan, barang yang ada hanyalah sebagai
pengisi toko saja. Karena sisa uang penjualan truk habis untuk membangun kios.
Disaat itulah, sebagai orang yang
dianggap berpendidikan, Mbak Rita ditunjuk oleh pemerintah desa dan Dinas
Pendidikan setempat untuk mendirikan PAUD dan menjadi Kepala Sekolah yang
dibantu oleh seorang guru.
Berjalan-jalan mengitari kebun di dekat sekolah adalah salah satu kegiatan favorit anak-anak. |
Menjadi Guru PAUD dan Tukang
tambal ban
Selain bengkel juga melayani
tambal ban. Apabila ada ban bocor, sementara suaminya sibuk mereparasi motor
pelanggan, atau pergi untuk kulakan maka tidak segan-segan dia yang menjadi tukang tambal bannya. Sempat
juga di cemooh, Sarjana kok nambal ban. Bukan itu saja Orang tuanya yang juga
guru pun sempat dijadikan bahan omongan. Buat apa menyekolahkan anak perempuan
jauh-jauh ke kota kalau akhirnya Cuma menjadi tukang tambal ban.Tapi Bapak dan
Ibunya tak merasa malu, karena memang pekerjaan putrinya adalah pekerjaan yang
halal.
Kembali ke sekolah PAUD. Karena
masih baru, sekolah ini belum memiliki gedung sendiri. tempat belajar pun nunut/nebeng
di tempat warga yang kebetulaan memiliki ruang tamu yang agak luas.
Beberapa bulan kemudian sekolah
berpindah lagi ke rumah seorang kakek yang tidak punya anak dan istri. Mbah
Min. Mbah Min ini tinggal di sebuah rumah bambu berlantaikan tanah. Pada saat
pertama pindah, masih belum ada teras dan genting banyak yang bocor.
Setelah satu tahun barulah
mendapat bantuan dari pemerintah desa. Yaitu uang sebesar Rp500.000. Untuk
membenahi atap saja tidak cukup karena genting juga banyak yang pecah.
Untunglah ada donator yang membantu,sehingga atap tidak bocor lagi.
Mengajar sekaligus beramal
Pada saat itu uang SPP siswa
sebesar Rp.10.000 itupun digunakan untuk membayar dua orang guru, untuk membeli
alat tulis kantor, kapur dan transport guru jika rapat di kota kecamatan bahkan
kadang ke kota kabupaten. Sekali kadang dua kali dalam seminggu murid-murid
mendapat makanan tambahan dari sekolah.
Kadang berupa bubur kacang hijau kadang nasi dan sayur beserta lauk pauknya. Kalau beruntung, ada donator yang menyumbang makanan tambahan tersebut. Kalau tidak ada yang menyumbang ya pakai uang mbak Rita sendiri. Karena rata-rata murid berasal dari keluarga tidak mampu, jadi tidak tega jika harus memungut uang selain SPP.
Kadang berupa bubur kacang hijau kadang nasi dan sayur beserta lauk pauknya. Kalau beruntung, ada donator yang menyumbang makanan tambahan tersebut. Kalau tidak ada yang menyumbang ya pakai uang mbak Rita sendiri. Karena rata-rata murid berasal dari keluarga tidak mampu, jadi tidak tega jika harus memungut uang selain SPP.
Belum lagi jika ada kegiatan
IGTKI yang mengharuskan membayar. Murid yang terkumpul saat itu sekitar 20
sekian anak. Bisa dipastikan uang SPP siswa yang terkumpul tidak mencukupi
untuk semua biaya operasional sekolah.
Jadi, mengajar bukannya
mendapatkan gaji kadang malah harus tekor agar sekolah tetap berjalan.
Sedangkan saat itu keadaan perekonomian mbak Rita masih pas-pasan. Selain untuk
kehidupan sehari-hari juga harus menabung untuk membangun rumah sendiri. Yang waktu itu lantainya masih berupa tanah. tembok pun belum dilapis semen, jadi masih terlihat batu batanya.
Kotoran ayam dan gurem
Tempat sekolah sudah tidak bocor lagi, masih memiliki permasalahan lain. Yaitu kotoran ayam!
Rumah yang dijadikan sekolah itu
terdiri dari 1 ruangan besar yang disekat. Sebagian menjadi tempat tinggal mbah
Min. Sebagian dijadikan ruang belajar. Waktu itu mbah Min memiliki peliharaan
beberapa ekor ayam yang bebas keluar masuk karena memang dinding rumah banyak
yang bolong.
Jadilah setiap pelajaran belum
mulai mbak Rita dan seorang guru lainnya membersihkan kelas terlebih dahulu
dari kotoran ayam yang banyak tercecer. Bahkan kalau ada ayam yang selesai
mengerami telurnya, saat pagi kotorannya melebar memenuhi meja. Ditambah lagi
banyak gurem (kutu ayam) dimana-mana. Akhirnya untuk mengusir gurem harus
membeli mbako (tembakau kering) atau parfum. Kalau tidak begitu…. Anak-anak
satu kelas bisa terserang gatal-gatal semua.
Pada tahun 2008 baru mendapat
bantuan alat peraga edukatif dari dinas pendidikan kabupaten. Karena fisiknya
yang sakit-sakitan mbak Rita tidak berani mengendarai motor sendiri bila ada
undangan rapat di kantor Dinas Kabupaten yang jaraknya kurang lebih 30 km
(pulang pergi 60 km). Jadi apabila ada rapat, pulang pergi ya naik ojek. Karena
hanya itu satu-satunya alat transportasi yang mungkin dipakai.
Lagi-lagi agar sekolah tetap
berjalan, ngojek pun menggunakan uang pribadi. Mbak Rita menganggap dengan
menggunakan jasa ojek telah membantu orang lain yang membutuhkan pekerjaan. Meskipun
rapat untuk kepentingan sekolah PAUD, dana pribadi yang dia gunakan dia anggap
sebagai amal.
Belum lagi tantangan yang luar
biasa dari orang tua murid yang menganggap metode belajar sambil bermain
hanyalah sesuatu yang sia-sia. Menurut mereka yang namanya sekolah itu ya
isinya belajar membaca, menulis dan berhitung. Ada beberapa yang memindahkan
anaknya ke sekolah di kota kecamatan. Bahkan ada pula yang berusaha
mempengaruhi wali murid lain untuk memindahkan anak-anaknya.
#UsiaCantik
#UsiaCantik
Kini setelah bertahun-tahun
melewati masa-masa itu dengan cerita yang penuh suka dan duka yang tidak
mungkin saya ceritakan semuanya. Mbak Rita merasa bahwa hidupnya kini lebih
berarti. Tempaan hidup menjadikannya wanita yang kuat secara mental.
Sekarang hidupnya sudah berkecukupan,
bahkan bermanfaat bagi orang banyak. PAUD yang dia bina pun kini telah
menempati gedung sekolah baru, meskipun fasilitasnya belum lengkap.
Di usia cantiknya yang sekarang
telah menunjukkan bahwa mbak Rita tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri. tapi
juga untuk membangun lingkungannya. Mendidik anak-anak bangsa yang banyak
diantara mereka kekurangan kasih sayang dari orang tuanya sendiri.
“Lomba blog ini diselenggarakan oleh BP Network dan disponsori oleh L’Oreal Revitalift Dermalift.”
·
·
21 comments
wah hebat, inspiratif mba :)
BalasHapusDulu Mba Ika Puspita, kakakku yg blogger Semarang itu juga bikin PAUD di rumah. Beruntungnya ada rumah bapak yang kosong.. Tapi emang bener sih Mba, sekolah di desa mah ga bisa dijadikan tempat cari uang, kalau orientasinya cuma uang yaa.. Karena kebanyakan nomboknya. Itu pun mending kalau ngga diomong di belakang. Kadang yang ngga tau menilainya uang itu dimakan sendiri..pdhl ngga seberapa ya Mba..
BalasHapusAku paham banget deh kehidupan guru PAUD di desa kecil..
Mendidik anak anak paud itu luar biasa ya mba..membekas deh didikannya, karena awal awal mereka mengenal lingkungannya berkat guru guru di awal awal pendidikan anak anak.
BalasHapusNgiri yo, mbak, kalo ada orang-orang dengan tekad baja seperti itu. Salam buat mbak Rita nggih
BalasHapusSemangat Mba Rita patut diacungi jempol, zaman sekarang loh. Masih gigih menebar manfaat untuk dunia pendidikan :)
BalasHapusHebatsekali mbaaa...suksess dehh mbaa...demi menyelamatkann generasi bangsaa....
BalasHapussalam blogger mbaa
Padahal ta pembelajaran di bawah SD itu ya harusnya memang diisi dengan bermain, bukan dengan membaca menulis dan berhitung. Hmm -_-
BalasHapussangat inspiratif.. seorang wanita akan makin cantik bila sifatnya cantik.. juga bila dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkugan di sekitarnya...
BalasHapusInspiring mba.. indonesia maju karena orang orang seperti bu Rita
BalasHapussemoga mbak Rita selalu menjadi inspirasi
BalasHapusSubhanallah, kekuatan wanita yang luar biasa.
BalasHapusSalut sama tekat beliau, meski orang lain sempat mandang remeh karena pekerjaan tambal bannya. Tapi apa yang sudah beliau perbuat buat anak2 dan sekitar, luar biasa ;)
BalasHapusMbak Rita sangat menginspirasi ya ... Salut.
BalasHapusAh berasa banget cobaannya jadi guru PAUD. Makanya dulu aku gak mau jadi guru pas diminta. Gajinya gak seberapa, ikhlasnya harus luar biasa.
BalasHapusSemoga sukses selalu buat Mbak Rita. Di usia cantik ini, semua makin lancar.
BalasHapusDuh pengorbanan banget ya hiduonya Mbak Rita. Btw, semoga menang ya Mbak Retno.
BalasHapusmba rita hebat banget. semoga hidupnya makin berkah dan inspiratif di usia cantiknya
BalasHapusKonon katanya memang benar jadi guru paud itu bisa bikin awet muda mbak
BalasHapusMasya Allah. Selalu kagum dg perempuan2 berhati mulia. Semoga beliau sehat2 terus ya dan makin dilancarkan rejekinya. Good luck, mba 😊
BalasHapusMbak... aku merinding selama membacanya. Luar biasa sekali. Aku sampai nyesek pengen nangis. AKu jadi merasa masih belum banyak bermanfaat untuk sekitar. Mbrebes mili, aku Mbaaak....
BalasHapusLUAR BIASA sekali. AKu selalu iri dan terinspirasi jika ada sosok semacam ini. jauh dari gempita namun berkilau di gelapnya sekitar.
Aah.. aku jadi ingin semedi kembali, kembali ke masyarakat. Meski aku sudah aktif di komuntas dan kegiatan rumbel, kisah Mbak Rita ini membuatku merasa masih beri manfaat kecil bagi sekitar.
Aah.. jadi makin semangat bikin rumbel di rumah. ALhamdulillah proses awal, yaitu sekat rumah sudah selesai kemarin. Tinggal bikin rak & tata buku yg ada. Semoga beri manfaat.
Moga sukses ngontesnya Mbak
wah ...salut dech buat mbak Rita...mental baja... patut dicontoh
BalasHapus