Konten [Tampil]
Aline mondar mandir di kamarnya. Sesekali dimainkannya dua ujung rambutnya yang di kepang kuda. Sudah dua hari ini dia gelisah. Perutnya mendadak mulas tiap hendak berangkat ke sekolah. Beruntung Pak Min, tukang becak langganannya selalu sabar menunggu.
"Huft...." Aline mendengus kesal. Kalau saja di sekolah tidak ada anak usil bernama Tino. Kalau saja tidak ada pohon kedondong itu di sekolah, kalau saja aku tidak sekolah disana, kalau saja...kalau saja....
Pikiran Aline terus melayang-layang, berandai-andai. Namun akhirnya dia menyadari kalau memang ada temannya yang super usil bernama Tino. Bahwa disekolahnya ada pohon kedondong yang sekarang sedang berbahagia karena sedang dikunjungi oleh teman kecilnya yang bernama ulat bulu.
"Hiii.." Aline bergidik ngeri bila teringat pohon kedondong itu. Saking banyaknya ulat bulu yang menempel, sampai-sampai daunnya habis semua dimakan ulat bulu itu dan batang pohonnya tidak terlihat. Aline sangat takut pada ulat bulu. Perut Aline terasa makin mulas. Memaksanya untuk ke kamar mandi.
Sambil melepas kaus kakinya, Aline teringat kejadian kemarin, ketika Dita sahabatnya ditakut-takuti ulat bulu oleh Tino. Ketika Dita berteriak-teriak ketakutan, tawa Tino justru semakin keras. Beruntung ada bu Dora, guru kelas satu yang lewat didepan kelas Aline. Alhasil, Tino pun mendapat teguran dari Bu Dora. Aline tidak ingin ditakut-takuti ulat bulu itu.
Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala Aline. Mulas di perutnya seketika lenyap. Dipakainya kaus kaki yang sudah terlanjur dilepas. Bergegas Aline menyambar tas dan langsung berangkat ke sekolah.
Teng teng teng...bel sekolah tanda istirahat berbunyi. Teman-teman sekelas Aline langsung berhamburan keluar kelas. Ada yang pergi ke kantin, perpustakaan, ada juga yang cuma mengobrol di depan kelas. Aline dan Dita sedang berjalan menuju kantin, ketika tiba-tiba Tino menghadang mereka. Tino memegang sebuah ranting kecil yang diujungnya ada seekor ulat bulu. Ulat itu meliuk-liuk, bulunya tebal mengelilingi sekujur tubuhnya. Aline merasa geli dan takut. Ingin rasanya dia berteriak sambil lari menjauh.
Tiba-tiba Tino melempar ranting dan ulat itu ke arah Aline.
"Aline,awas..." Teriak Dita sambil berlari.
Aline terkejut, dadanya berdegup kencang. Ulat itu menempel di rok seragamnya. Sedangkan ranting kecil itu jatuh ke lantai. Ulat itu merambat, berjalan perlahan.
Untunglah Aline teringat idenya. Dengan wajah dibuat setenang mungkin, Aline mengambil ranting kecil. Lalu dengan gaya santai, dikaitnya ulat bulu yang menempel di pakaiannya. Diarahkannya ujung ranting itu ke arah Tino.
"Ini ulatmu aku kembalikan" kata Aline.
"Hah?" Tino terkejut, "Kamu nggak takut sama ulat bulu?" Tanyanya
Aline hanya tersenyum. Ulat itu bergerak - gerak, dengan reflek Aline menyentak ranting yang dipegangnya. Wajah Tino pucat pasi, tak disangkanya Aline akan menakutinya dengan ulat bulu itu. Diapun berlari menjauh.
Aline menarik nafas lega. Setelah membuang ulat itu ke taman sekolah, Aline menghampiri Dita.
"Wah hebat kamu Aline, nggak takut sama ulat bulu" Kata Dita.
"Siapa bilang? Justru karena takut ulat bulu aku berpura-pura berani, agar tidak ditakut-takuti sama si Tino" Jawab Aline.
"Hah, jadi kamu tadi cuma akting berani?" Tanya Dita penasaran.
"Iya hehehe...." Jawab Aline sambil tertawa.
"Tapi menurutku, tadi itu bukan akting...kamu itu betulan berani, buktinya ulat itu kamu ambil sendiri, meskipun pakai ranting" ujar Dita.
"Iya..ya..." Kedua sahabat itu tertawa bersama-sama.
Aline merasa senang sekali karena sudah bisa melawan rasa takutnya pada ulat bulu. Dia pun kini mengerti bahwa rasa takut itu ternyata bisa dikalahkan jika dia punya kemauan.